PEMBANGUNAN PERDESAAN PARTISIPATIF MELAHIRKAN DESA KUAT NEGARA BERDAULAT
Penulis : Patriawati Narendra, S.KM, M.K.M
Puluhan tahun, pembangunan desa di laksanakan secara top down. Negara memiliki
kekuasaan dan otoritas untuk “memaksakan” apa yang dianggap baik. Padahal baik bagi
negara belum tentu bagi masyarakat. Dalam kenyataannya telah meninggalkan masalah
serius. Pendekatan partisipatif merupakan salah satu cara merumuskan kebutuhan
pembangunan daerah dan desa yang menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama
pembangunan. Konsep ini menempatkan masyarakat lapisan bawah sebagai perencana dan
penentu kebijakan pembangunan di tingkat local. Pendekatan ini mengacu kepada model
penggalian potensi dan gagasan pembangunan desa yang mengutamakan partisipasi atau
peran serta masyarakat dalam pembangunan desa. Nilai gotong royong yang telah mengakar
di kehidupan masyarakat desa harus menjadi landasan dalam membangun
konsep perdesaan partisipatif. Gotong royong menjadikan masyarakat merupakan subyek
pembangunan bukan lagi obyek pembangunan, masyarakat dapat turut serta merencanakan,
menyampaikan hak, dan memutuskan program apa yang terbaik bagi masyarakat dan
sekaligus dapat menentukan langkah-langkah untuk mencapai tujuan bersama tersebut.
Penggalian aspirasi masyarakat terkadang tidak sesuai dengan program-program yang
ditawarkan pemerintah, akibatnya pembangunan (program) yang tidak diperlukan (tidak
dibutuhkan) justru diselenggarakan oleh negara (pemerintah). Konsep Perdesaan Partisipatif
ini hadir sebagai win-win solution terhadap semua permasalahan yang ada terutama dalam
membentuk sinergitas kelembagaan antara warga desa dan pemerintah. Kebuntuan
komunikasi dan tidak sinergisnya warga desa dengan pemerintah dapat berakibat pada
ketidaktepatan sasaran program-program yang dijalankan pemerintah dan yang menjadi
kekhawatiran bersama adalah bahwa program tersebut tidak mampu mejawab persoalan
kebutuhan masyarakat serta tidak dapat mengungkit potensi desa, sehingga muaranya
adalah Human Development Index Kabupaten tidak meningkat.
Pembangunan desa dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas
hidup masyarakat desa melalui pengembangan potensi ekonomi lokal desa. Baik berbasis
ekonomi sumber daya alam maupun ekonomi kreatif. Ujungnya adalah terpenuhinya
kebutuhan dasar, sarana dan prasarana masyarakat desa. Undang-Undang Desa No 6
Tahun 2014 tentang Desa menggunakan dua pendekatan dalam pembangunan desa yaitu
“desa membangun” dan “membangun desa” yang diintegrasikan dalam perencanaan
pembangunan desa. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan UU.No.6 Tahun 2014, yang antara lain menyebutkan : (1) Pembangunan desa
mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan. (2) Perencanaan
pembangunan desa diselenggarakan dengan mengikutsertakan masyarakat desa; (3) Dalam
menyusun rencana pembangunan desa (rencana pembangunan jangka menengah desa atau
RPJM-Desa, dan rencana pembangunan tahunan desa atau yang disebut rencana kerja
pemerintah desa atau RKP-Desa), pemerintah desa wajib menyelenggarakan musyawarah
perencanaan pembangunan desa secara partisipatif, yang diikuti oleh Badan
Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat desa; (4) Pembangunan desa dilaksanakan
oleh pemerintah desa dengan melibatkan seluruh masyarakat desa dengan semangat gotong
royong, dan dengan memanfaatkan kearifan lokal dan sumber daya alam desa; (5)
Masyarakat desa berhak mendapatkan informasi mengenai rencana dan pelaksanaan
pembangunan desa; (6) Masyarakat desa berhak melakukan pemantauan terhadap
pelaksanaan pembangunan desa. Kesimpulannya desa wajib menyusun perencanaan
pembangunan sesuai dengan kewenangannya. Dengan adanya Undang-undang ini,
memberikan ruang dan kesempatan desa untuk membangun dan menentukan program-
program pembangunan desa yang akan dijalankan.
Pembangunan perdesaan di era millenial mengalami permasalahan yang serius dan
menghadapi tantangan global, pandemi Covid-19, persaingan pasar bebas, dampak
globalisasi, menurunnya nilai rupiah, kelangkaan pupuk subsidi, pengangguran dan
meningkatnya kemiskinan karena banyak perusahaan gulung tikar dan daya beli masyarakat
menurun. Perlu solusi cepat dan cerdas agar dapat mengatasi semua permaslahan yang
terjadi, menjawab aspirasi masyarakat sekaligus menunaikan hajat hidup keinginan
masyarakat, harapannya agar keadilan dan kesejahteraan rakyat tercapai. Pembangunan
memiliki arti perubahan yang mencakup seluruh aspek sistem sosial, politik,
ekonomi,infrastruktur, pertahanan, pendidikan,teknologi, kelembagaan, dan budaya yang
dapat mengantarkan masyarakat untuk hidup berkecukupan, sejahtera dan berdaya.
Konsep pembangunan perdesaan partisipatif ini akan terkendala manakala masih
kurang atau rendahnya komitmen pemerintah desa untuk melibatkan masyarakat dalam
proses pembangunan desa, terutama dalam tahap perencanaan, akibatnya program-
program pembangunan desa yang ditetapkan seringkali tidak sesuai denahgan aspirasi dan
kebutuhan atau kepentingan masyarakat desa, belum berfungsinya secara maksimal
lembaga kemasyarakatan desa terutama lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM) dalam
penyusunanrencana dan pelaksanaan pembangunan di desa. Pendekatan partisipatif dalam
pembangunan desa ini dapat berjalan efektif manakala pemerintah desa dibantu oleh 4
(empat) lembaga kemasyarakatan desa (seperti Lembaga Pemberdayaan Masyarakat atau
LPM, Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga atau PKK, dan lainnya) untuk dapat mengawal
aspirasi masyarakat dan mengusulkan semua aspirasi masyarakat agar dapat menjadi
problem solving bagi permasalahan yang dihadapi masyarakat. Disebutkan dalam UU.No.6
Tahun 2014 dan PP. No.43 Tahun 2014, bahwa lembaga kemasyarakatan desa mempunyai
tugas dan fungsi antara lain ikut serta menyusun rencana, melaksanakan, mengendalikan,
melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan desa secara partisipatif; serta
sebagai wadah partisipasi masyarakat, penampung dan menyalurkan asprasi masyarakat
dalam pembangunan desa.
Partisipasi Warga Desa
Dokumen rencana ‘Pembangunan Desa’ merupakan satu-satunya dokumen
perencanaan di desa dan sebagai dasar penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
(APBDes). Perencanaan pembangunan desa diselenggarakan dengan mengikutsertakan
masyarakat desa melalui musyawarah perencanaan pembangunan desa. Musyawarah
dimaksudkan untuk menyusun dan menetapkan program dan kegiatan pembangunan desa
yang didanai oleh APBDes, swadaya masyarakat desa, dan/atau Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan penilaian terhadap kebutuhan masyarakat
desa. Pembangunan desa tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah desa, melainkan
peran aktif masyarakat desa dengan semangat gotong royong dalam pemanfaatan sumber
daya alam desa yang mana dapat menjadi penentu keberhasilan pembangunan. Pelaksanaan
program sektoral yang masuk ke desa di informasikan kepada pemerintah desa dan
diintegrasikan dengan rencana pembangunan desa. Oleh karena itu masyarakat desa berhak
mendapatkan informasi dan melakukan pemantauan mengenai rencana dan pelaksanaan
pembangunan desa.
Muara partisipasi warga adalah program yang dapat menjawab permasalahan dan
dapat menggali potensi desa. Dalam proses pembangunan, warga terlibat aktif. Jika ini
berjalan massif maka tujuan pembangunan nasional sebagaimana pembukaan UUD 1945
yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur serta cita-cita pembangunan nasional untuk
melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, perdamaian abadi dan keadilan
sosial sudah berada digerbang keterwujudan. Bukankah desa adalah kaki-kaki Republik. Jika
kaki ini sehat dan kuat maka badan (negara) akan bisa maju dan bersaing. Cita-cita tersebut
sangat mulia, untuk mewujudkannya diperlukan seperangkat sistem, manajemen, dan
personalia yang kuat, demokratis, dan berpengetahuan. Suatu pembangunan perdesaan yang
dikreasikan secara terintegrasi (hulu-hilir) dengan berbagai strategi: pemberdayaan dan
pemihakan masyarakat, pemanfaat sains dan teknologi, serta modernisasi struktur birokrasi.
Kerangka pikir untuk mensejahterakan masyarakat desa harus memenuhi beberapa
unsur penting. Pertama, pemberdayaan masyarakat sebagai pelaku utama ekonomi, baik
sebagai produsen maupun konsumen sehingga warga merasakan langsung dampak
pembangunan. Kedua, pengembangan kapasitas warga desa terutama petani. Peningkatan
kapasitas dan keterampilan menjadi keharusan. Dapat diselenggarakan pelatihan berbasis
kelompok tani khususnya pasca panen mengolah produk turunan dan pemasaran produk
online serta di dukung dengan payung kebijakan yang melindungi petani. Minimnya kapasitas
lebih lanjut berdampak pada lemahnya aspek kelembagaan yang ada. Kelembagaan sangat
dibutuhkan dalam rangka pengembangan organisasi yang menjadi sarana untuk
meningkatkan kapasitas petani secara bersama. Kondisi tersebut menjadi kendala yang
besar dalam perkembangan wirausaha pertanian di Indonesia. Koperasi dan atau Bumdesa
belum menjadi solusi atas permasalahan desa. Pembenahan secara serius dan cepat sangat
perlu dilakukan, respon cepat terhadap kendala masyarakat merupakan suatu bentuk
tanggung jawab pemerintah terhadap masyarakat. Mental entrepreneur, mental
kewirausahaan yang displin perlu dibangun disertai dengan motivasi yang besar untuk belajar
dan berkembang, dan keberanian untuk mengambil peluang. Ketiga, penggunaan ilmu
pengetahuan dan teknologi modern sebagai suatu upaya transformasi sistem produksi dari
perilaku tradisional ke perilaku modern yang lebih kompetitif. Keempat, peningkatan
kapasitas bagi pendamping desa.
Mendengar, Melihat, Merasakan dan Bertindak
Tujuan pembangunan adalah untuk mencapai kesejahteraan atau meningkatkan mutu
kehidupan masyarakat pada semua aspek kehidupan ekonomi, sosial, budaya, dan lain-lain.
Keberhasilan akan tercapai manakala tercipta hubungan yang sinergis kolaboratif antara
pemerintah dan masyarakat serta lintas sektor. Kesatuan visi dan misi, solid, bersatu, inovatif,
penuh dengan ide dan mandiri adalah mindset untuk meraih kesuksesan pembangunan.
Dengan kata lain bahwa pembangunan desa dengan pendekatan partisipatif adalah ketika
pembangunan desa dengan melibatkan masyarakat desa dalam setiap tahapan proses
pembangunan desa baik dalam tahap perencanaan atau pengambilan keputusan program,
tahap pelaksanaan program, tahap monitoring dan evaluasi atau penilaian hasil-hasil
pembangunan desa.
KELUH KESAH WARGA KECAMATAN KEDUNGBANTENG TERSELESAIKAN
Melalui diskusi dengan perwakilan Gapoktan Kecamatan Kedungbanteng maka didapatlah ide
inovasi pembuatan sumur submersible sebagai solusi dari permasalahan yang dialami oleh
masyarakat Kecamatan Kedungbanteng yaitu kesulitan dalam pengairan pertanian dan
kebutuhan untuk mandi, cuci, kakus. Oleh karena itu ide inovasi segera dieksekusi didahului
dengan rapat koordinasi dengan 3 Desa yaitu Desa Sumingkir, Kedungbanteng dan
Kebandingan, dan alhamdulillah ide inovasi yang ada diijabah ALLAH dan pembangunan
sumur submersible berhasil dibangun dari NON APBD. Kesulitan warga ketika kemarau tiba,
sawah puso gagal panen dan masyarakat kekurangan air akhirnya dapat teratasi dan sawah
kembali dapat mengalami musim panen selama 3 kali selama setahun dari yang semula
setahun hanya 1 kali saja, dan ketika masyarakat mengandalkan waduk Cacaban untuk
memenuhi kebutuhan MCK, maka dengan adanya sumur submersible ini warga tidak kuatir
lagi jika air waduk menyusut debitnya dan mengering. Kesuksesan dalam mengurai
permasalahan ini tidak akan berhasil jika tanpa kolaborasi dan kerjasama yang solid baik itu
masyarakat, pemerintah, lintas sektor serta berbagai pihak, semoga program perdesaan
partisipatif ini dapat dilanjutkan agar masyarakat mendapatkan manfaatnya secara
maksimal.
Melalui pendekatan partisipatif (bottom up) masyarakat dapat mengemukakan dan
menyalurkan aspirasi, permintaan atau tuntutannya kepada pemerintah. Melalui pendekatan
partisipatif (bottom up) dapat terjadi tawar menawar, permufakatan atau kerjasama antara
masyarakat dan pemerintah. Melalui pendekatan partisipatif (bottomup) dapat terjadi proses
exchange antara masyarakat dan pemerintah. Konsep pendekatan partisipatif dalam
pembangunan desa adalah suatu pendekatan proses pembangunan desa dimana intinya
adalah masyarakat dilibatkan atau terlibat dalam merumuskan, merencanakan,
melaksanakan, dan menilai program-program pembangunan desa.
Kesejahteraan masyarakat akan tercapai apabila saluran kanal-kanal aspirasi dan
harapan masyarakat tidak buntu, tidak tersumbat, sehingga permasalahan masyarakat dapat
terpecahkan melalui diskusi, brainstroming dan gali aspirasi melalui kegiatan-kegiatan
pemberdayaan di desa. Aspirasi dan permaslaahan masyarakat tersebut kemudian ditangkap
dan dijadikan sebuah ide, gagasan disertai dengan langkah dan upaya strategis serta respon
cepat yang fokus kepada sasaran dan solusi. Pembangunan perdesaan partisipatif ini akan
berhasil manakala menempatkan masyarakat sebagai subyek pembangunan bukan obyek
pembangunan, moment dimana mereka dapat ikut berpartisipasi dalam menentukan program-
program pembangunan yang akan dijalankan, sehingga harapannya pembangunan tersebut
sesuai dengan aspirasi masyarakat dan sekaligus menjadi jawaban dari permasalahan
masyarakat agar DESA KUAT NEGARA BERDAULAT!!!
Komentar
Posting Komentar