KADER DESA UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA
Penulis : Patriawati Narendra, S.KM, M.K.M
Dalam praktis kebijakan pemberdayaan masyarakat sebelum ditetapkannya UU desa, kader-
kader penggerak di desa cenderung dibentuk melalui penugasan dari supradesa, menjadi
bagian dari prasyarat proyek, serta bekerja didasarkan atas skema “petunjuk teknis” yang rinci.
Desa baru paska UU desa dicirikan oleh adanya perubahan pola pendampingan desa yaitu dari
semula berkarakter “kontrol dan mobilisasi-partisipasi”, berubah menjadi fasilitasi gerapan
pembaharuan desa sebagai komunitas yang mandiri. Berlandaskan asas regoknisi dan
subsidiaritas, pendampingan desa mengutamakan kesadaran politik warga desa untuk terlibat
aktif dalam urusan di desanya secara sukarela sehingga arah gerak kehidupan di desa
merupakan akualitas kepentingan bersama yang dirumuskan secara musyawarah mufakat
dalam semangat gotong royong.
Pemberdayaan desa sebagai self governing community tidak dilakukan oleh pendamping desa.
Pendampingan desa yang sejati adalah kerja fasilitasi kepada masyarakat desa untuk mampu
secara mandiri melakukan pembaharuan dan pembangunan desanya secara mandiri.
Pemberdayaan masyarakat desa yang sejati adalah sebuah bagian dari proses transformasi
sosial yang digerakkan oleh warga desa yang mampu hadir sebagai agen pembaharuan yang
menggerakan implementasi UU desa secara mandiri. Pendamping desa bertugas untuk
menemukan, mengembangkan kapasitas, mendampingi para penggerak pembaharuan desa
yang selanjutnya disebut sebagai Kader Desa.
Konsep Kader Desa
Makna kata “kader” sebagaimana lazim dipahami dalam sebuah organisasi, adalah orang yang
dibentuk untuk memegang peran penting (orang kunci) dan memiliki komitmen dan dedikasi
kuat untuk menggerakan organisasi mewujudkan visi misinya. Dalam konteks desa, kader desa
adalah “Orang Kunci“ yang mengorganisir dan memimpin rakyat desa bergerak menuju
pencapaian cita-cita bersama. Kader Desa terlibat aktif dalam proses belajar sosial yang
dilaksanakan oleh seluruh lapiran masyarakat desa.
Kader desa hadir di dalam pengelolaan urusan desa melalui perannya sebagai kepala desa,
anggota BPD, Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), tokoh adat; tokoh agama; tokoh
masyarakat; tokoh pendidikan; pengurus/anggota kelompok tani; pengurus/anggota kelompok
nelayan; pengurus/anggota kelompok perajin; pengurus/anggota kelompok perempuan. Kader
desa dapat berasal dari kaum perempuan dan laki-laki dalam kedudukannya yang sejajar.
Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD)
Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) adalah anggota masyarakat desa yang memiliki
pengetahuan, kemauan dan kemampuan untuk menggerakkan masyarakat berpartisipasi dalam
pemberdayaan masyarakat dan pembangunan partisipatif. Mereka berperan sebagai unsur
kader yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil,
dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan.
Legalitas KPMD tertuang dalam ketentuan dalam Pasal 4 Permendesa PDTT Nomor 3 Tahun
2015 tentang Pendampingan Desa. Pasal tersebut menetapkan bahwa pendampingan Desa
dilaksanakan oleh pendamping yang terdiri atas: a. tenaga pendamping profesional; b. Kader
Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD); dan/atau c. pihak ketiga. Dengan demikian, KPMD
merupakan pendamping desa yang dipilih dari warga desa setempat, untuk bekerja
mendampingi beragam kegiatan di desanya secara mandiri.
Selain itu dalam ketentuan PP desa maupun Permendesa disebutkan bahwa KPMD dipilih dari
masyarakat setempat oleh pemerintah desa melalui musyawarah desa untuk ditetapkan
dengan keputusan kepada desa. Maknanya semakin terang bahwa KPMD merupakan individu-
individu yang dipersiapkan sebagai kader yang akan melanjutkan kerja pemberdayaan. Dengan
demikian, kaderisasi masyarakat desa menjadi sangat penting untuk keberlanjutan kerja
pemberdayaan sebagai penyiapan warga desa untuk menggerakkan seluruh kekuatan desa.
KPMD versi UU desa merupakan representasi dari warga desa yang selanjutnya dipilih dalam
musyawarah desa dan ditetapkan oleh desa setempat untuk melakukan tindakan pemberdayaan
masyarakat skala lokal, meliputi tindakan asistensi, pengorganisasian, pengarahan dan fasilitasi
skala lokal desa. Istilah yang sekiranya tepat untuk menggambarkan KPMD pasca terbitnya UU
desa adalah “Kader Desa” dan bukan “Kader di Desa”.
Kader Desa Sebagai Civil Institution
Dalam konteks pendampingan desa, KPMD sebagai kader skala lokal desa tidak menjadi bawahan
dari “suprastruktur” pelaku pendampingan berjenjang baik pelaku pendampingan yang
berkedudukan di pusat dan provinsi (Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat/TAPM),
kabupaten/kota (pendamping teknis) hingga kecamatan (pendamping desa). KPMD adalah sub-
sistem dari pendampingan desa secara keseluruhan namun bergerak di lingkup kewenangan
skala lokal desa.
KPMD dapat disebut sebagai civil institution, sebuah institusi kader lokal yang dibentuk secara
mandiri oleh warga, untuk memerhatikan isu-isu publik (yang melampaui isu-isu parokhial dan
adat-istiadat) serta sebagai wadah representasi dan partisipasi mereka untuk memperjuangkan
hak dan kepentingan maupun kewajiban warga desa. Spirit kewargaan – sebagai jantung strong
democracy – hadir dan dihadirkan oleh KPMD sebagai kader organisasi warga atau organisasi
masyarakat sipil di ranah desa. Bahkan, KPMD dapat menjadi penggerak terbentuknya pusat
kemasyarakatan (community centre) sebagai ruang publik politik untuk memperluas jangkuan
kaderisasi desa.
Dalam konteks kaderisasi desa, kekhawatiran beberapa pihak tentang potensi kegagalan dalam
implementasi UU desa adalah titik awal untuk merumuskan pola pembentukan dan
pengembangan kader desa. Di satu sisi, sikap negatif dapat diterima sebagai penanda
kewaspadaan terhadap peluang korupsi dana publik yang didistribusikan ke desa. Di sisi yang
lain, sikap negatif menjadi penanda untuk mengubah pola pendampingan yang sebelumnya
rata-rata kurang sensitif terhadap eksistensi Kader Desa sebagai “Orang Kunci” dalam proses
penguatan desa sebagai self governing community.
Dalam ranah kaderisasi desa, KPMD bergerak untuk mengubah orgasisasi korporatis menjadi
kekuatan baru yang mendorong desa tampil sebagai pilar bangsa dan negara dalam
mewujdukan kesejahteraan masyarakat di desa-desa Indonesia. Secara horisontal, KPMD
bersama- sama dengan warga melakukan pembelajaran, musyawarah mufatak (deliberasi), dan
membangun kesadaran kolektif dalam diri warga desa untuk melaksanakan pembangunan
desa. Secara vertikal, KPMD memfasilitasi para pemimpin desa untuk berpihak kepada
masyarakat desa, memfasilitasi fungsi representasi dalam musrembang dan musyawarah desa,
memfasilitasi pelayanan publik yang berkeadilan bagi masyarakat desa, memfasilitasi
pengelolaan APBDesa secara berkeadilan untuk kesejahteraan masyarakat desa (pembiayaan
posyandu, dukungan untuk ketahanan pangan, penyediaan air bersih, dan lain-lain).
Peran KPMD
Secara umum KPMD mengorganisasikan pembangunan Desa melalui pengembangan kapasitas
teknokratis dan pendidikan politik
KPMD melakukan pengorganisasian pembangunan Desa dalam proses teknokratis mencakup
pengembangan pengetahuan dan keterampilan terhadap para pelaku desa dalam hal
pengelolaan perencanaan, penganggaran, keuangan, administrasi, sistem informasi dan
sebagainya. KPMD melakukan pendidikan politik yang berorientasi pada penguatan active and
critical citizen, yakni warga desa yang aktif, kritis, peduli, berdaulat dan bermartabat. Hal ini
antara lain merupakan kaderisasi yang melahirkan kader-kader baru KPMD yang militan
sebagai penggerak pembangunan desa dan demokratisasi. Kaderisasi tidak identik dengan
pendidikan dan pelatihan, namun juga membuka ruang-ruang publik politik dan mengakses
pada forum musyawarah desa, yang membicarakan dan memperjuangkan kepentingan
warga. Kepemimpinan lokal yang berbasis masyarakat, demokratis dan visioner bisa dilahirkan
melalui kaderisasi ini, sekaligus emansipasi para kader dalam kehidupan berdesa.
Lebih rinci peran yang dapat dilakukan sebagai KPMD meliputi: pemercepat perubahan
(enabler); perantara (mediator); pendidik (educator); perencana (planner); pemecah masalah
(problem solution); dan pelaksana teknis (technical roles).
Tugas KPMD meliputi: menggerakkan dan memotivasi masyarakat; membantu identifikasi
masalah dan kebutuhan masyarakat; membantu mengembangkan kapasitas masyarakat;
mendorong dan meyakinkan para pembuat keputusan untuk benar-benar mendengar;
mempertimbangkan dan peka terhadap kebutuhan masyarakat; dan membantu memperoleh
akses berbagai pelayanan yang dibutuhkan.
Fungsi KPMD meliputi: pengidentifikasian masalah; kebutuhan dan sumber daya pembangunan;
penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat; penyusunan rencana pembangunan dan
fasiltasi musyawarah perencanaan pembangunan; pemberian motivasi; penggerakkan dan
pembimbingan masyarakat; penumbuhkembangan prakarsa, swadaya dan gotong royong
masyarakat; pendampingan kegiatan pemberdayaan dan pembangunan partisipatif sampai
kepada hasil; penumbuhkembangan dinamika lembaga kemasyarakatan dan kelompok-
kelompok masyarakat; pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan; dan penanaman dan
pemupukan rasa persatuan dan kesatuan masyarakat dalam NKRI.
Pendampingan tidak boleh bersifat seragam dan kaku, harus lentur dan kontekstual.
Indonesia sudah berpengalaman dalam pendampingan, sebagaimana dilakukan oleh PNPM
Mandiri Perdesaan. Namun pendampingan ala PNPM Mandiri cenderung seragam dan kaku
yang dikendalikan secara ketat dengan Petunjuk Teknis Operasional (PTO). Pendampingan tentu
harus lentur dan kontekstual, yakni tergantung pada kondisi dan kebutuhan lokal. Untuk
menjaga kelenturan dan kontektualitas itu, PTO yang diciptakan secara desentralistik
di kabupaten/kota tidak boleh memberikan instruksi dan petunjuk apa yang harus dan boleh
dilakukan seperti gaya birokrasi, melainkan memberi negative list atau memberi larangan apa
yang tidak boleh dilakukan.
Komentar
Posting Komentar