KETELADANAN HOEGENG DAN ASA RAKYAT KECIL AKAN KEADILAN HUKUM
Penulis : Patriawati Narendra, S.KM, M.K.M
Hoegeng adalah tokoh Kepolisian Indonesia, bisa disebut Polisi terbaik yang
belum ada samanya sampai hari ini. Hoegeng pernah menjabat Kepala Kepolisian
Republik Indonesia ke-5, tahun 1968 – 1971. Sosoknya sangat sederhana, demikian
pula kehidupan istri, anaknya. Padahal dengan posisinya sebagai Kapolri bisa saja
hidup mewah, menyalahgunakan kekuasaannya untuk memperkaya keluarga atau
kerabatnya. Seperti yang ia katakan “selesaikan tugas dengan kejujuran, karena kita
masih bisa makan dengan garam”. Ungkapan yang sangat mendalam dan penuh
kebijaksanaan dari seorang Jenderal.
Keteladanan Hoegeng, bahkan diluar nalar sebagian orang apalagi penyelenggara
negara saat ini dimana Hoegeng lebih memilih menutup toko kembang milik
keluarganya karena khawatir semua orang yang berkepentingan dengannya pasti akan
membeli kembang di toko itu. Hoegeng memutuskan menutup usaha yang sudah
digeluti sejak lama, padahal kondisi ekonomi keluarganya sedang dalam kesulitan.
Inilah integritas yang tak dapat diragukan lagi.
Jelas keputusan itu dipertanyakan oleh sang istri. Hoegeng kemudian memberikan
pemahaman kepada istrinya bahwa conflict of interest perlu untuk dihindari agar dapat
independen memegang tampuk jabatan, terbebas dari konflik kepentingan. Ini amat
sangat berbeda dengan pejabat jaman now, justru berlomba-lomba menggunakan
kewenangannya, kekuasaannya untuk memuluskan kepentingan pribadi dan
kelompoknya, bermain bisnis baik memiliki atau menjadi pelindung bagi pengusaha
hitam, sungguh anomali.
Keteladanan Hoegeng mengingatkan kita tentang pentingnya memegang sebuah
amanah dengan benar dan adil, pentingnya menegakkan keadilan, pentingnya tidak
takut perlawanan orang gede, tidak takut intimidasi, hingga pencopotan jabatan sebagai
konsekuensi membela keadilan dan kebenaran.
Apa yang terjadi selama puluhan tahun pasca ia dicopot, wajah Kepolisian RI semakin
hari semakin kotor, dipenuhi dengan noda penegakan hukum yang tak adil,
kesewenang-wenangan, dan arogansi pada rakyat kecil.
Pahlawan Rakyat Kecil
Suatu waktu, Hoegeng melakukan pembelaan pada rakyat kecil, korban pemerkosaan
bernama Sum Kuning yang mendapatkan perlakuan tidak adil. Sum korban perkosaan
malah dituduh oleh penguasa sebagai Gerwani dan dijebloskan ke penjara. Melihat
ketidakadilan hukum ini, Hoegeng tergerak. Ia mengusut kasus pemerkosa Sum Kuning
yang ditengarai pelakunya anak pejabat dan berhasil membebaskan Sum Kuning.
Publik heboh karena Hoegeng benar-benar memegang amanahnya dengan benar,
menjadikan kewenangannya penuh dengan kasih sayang. Pembelaan pada Sum hanya
hanya satu dari sekian kebijaksanaan Hoegeng, masih banyak keteladanan, pahlawan
bagi rakyat kecil yang ia lakukan. Naas, kinerja Hoegeng yang cemerlang itu,
dipensiunkan dini sebagai Kapolri karena kekuasaan menganggapnya sebagai
ancaman stabilitas nasional. Sejak itu, bangsa ini tidak pernah lagi memiliki Polisi jujur,
adil, bijaksana, dan tegas seperti almarhum Hoegeng. Alfatihah.
Akhir-akhir ini wibawa institusi kepolisian makin merosot, kepercayaan publik pada polisi terus
menurun. Penyebabnya macam-macam mulai dari polisi terlibat korupsi, gratifikasi, menjadi
pelindung judi, pelindung pengusaha hitam, bisnis illegal, tumpul pada orang berduit dan
berpengaruh namun tajam pada rakyat kecil dan lain-lain.Terbaru adalah kasus Ferdi Sambo
yang membuat marwah Kepolisian makin merosot tajam. Publik tidak percaya lagi.
Jikalau Hoegeng masih hidup, tentu akan tercengang dan sedih melihat hukum dan
keadilan dipermainkan oleh kaum berpunya (punya duit, punya kekuasaan). Keadilan
menjadi barang mewah yang sulit untuk didapatkan, menegakkan kebenaran bagai
fatamorgana yang mustahil diraih.
Komentar
Posting Komentar