MELIHAT PEMBANGUNAN INDONESIA DENGAN TEORI ROSTOW DAN ORGANSKI

 



Patriawati Narendra, S.K.M., M.K.M

 

Teori Pembangunan memiliki keterkaitan yang kuat dengan apa yang disebut modernisasi. Teori modernisasi lahir di Amerika pada tahun 1950-an, sebagai respon kaum intelektual terhadap perang dunia yang bagi penganut evolusi dianggap sebagai jalan optimis menuju perubahan.

Teori ini pada dasarnya merupakan gagasan perubahan sosial dalam dalam perjalanannya menjadi sebuh ideologi. Pengaruhnya di dunia ketiga sangat luas, tidak saja pada kalangan akademisi, tetapi juga dikalangan birokrasi yaitu perencana dan pelaksana program pembangunan di negara-negara dunia ketiga. Hal ini bertemu dengan keinginan dari negara-negara dunia ketiga yang sekian waktu lamanya mengalami penjajahan, sehingga negara dunia ketiga berupaya melakukan pembangunan untuk menjawab kemiskinan, pengangguran, gangguan kesehatan, pendidikan rendah, rusaknya lingkungan, kebodohan, dan beberapa masalah sosial lainnya.

Salah satu teori pembangunan yang cukup populer di negara-negara dunia ketiga adalah teori pertumbuhan masyarakat W.W Rostow sebagaimana ditulis dalam buku Stages of Economic Growth (1964). Menurut Rostow, dalam dimensi-dimensi ekonomi, posisi pertumbuhan tiap masyarakat di dunia dapat ditempatkan lima kategori: masyarakat tradisional, prasyarat lepas landas, lepas landas, kedewasaan, dan zaman konsumsi massa tinggi.

Masyarakat tradisional adalah masyarakat yang strukturnya berkembang, di dalam fungsi-fungsi produksi yang terbatas, berdasarkan pengetahuan dan teknologi pra Newtonian dan sikap-sikap pra Newtonian terhadap dunia fisis. Newtonian yang dimakud oleh Rostow adalah simbol titik peralihan dalam sejarah yang ketika itu manusia pada umumnya percaya bahwa dunia eksternal hanya tunduk pada beberapa hukum yang dapat dipelajari dan secara sistematis mampu melakukan manipulasi produktif.

Prasyarat lepas landas, dibutuhkan waktu untuk mentrasformasikan masyarakat tradisional, dengan berbagai cara yang diperlukan sehingga mampu memanfaatkan hasil-hasil dari ilmu modern. Wawasan-wawasan ilmu pengetahuan modern mulai digunakan dalam sektor pertanian dan industri. Gagasan itu tersebar tidak hanya karena kemungkinan kemajuan ekonomi, tetapi kemajuan ekonomi merupakan kondisi yang dibutuhkan untuk tujuan lain seperti kebanggan nasional, keuntungan pribadi, dan kesejahteraan umum. Pendidikan diperbaiki dan diperluas untuk menyesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan kegiatan ekonomi modern. Muncul lembaga-lembaga perbankan dan lain-lain untuk memobilisasi modal dan dana serta kegiatan manufaktur modern yang mempergunakan metode-metode baru. Tetapi keseluruhan aktifitas masih berjalan dalam kecepatan terbatas di dalam suatu perekonomian dan masyarakat yang masih ditandai oleh metode produktifitas-rendah tradisional, oleh struktur sosial dan nilai lama.

Lepas landas, terjadi perubahan-perubahan ekonomi dan kebutuhan masyarakat. Preferensi dan keinginan yang meningkat mendorong masyarakat menciptakan teknologi untuk memudahkan usahanya. Dalam aspek non-ekonomi muncul suatu kelompok elit baru yang memandang modernisasi ekonomi bukan saja sebagai sesuatu yang mungkin tetapi memang diharapkan. Kelompok inilah yang menjadi pemicu  pembaharuan dan perubahan sosial.

Kedewasaan, pertumbuhan yang meningkat teratasi mencapai titik stabil, kemajuan ekonomi dan sikap masyarakat terhadap penggunaan teknologi sudah melembaga. Investasi yang dilakukan pihak atau negara lain telah menciptakan hubungan ketergantungan baru. Masuknya barang dan jasa melalui perdagangan internasional, selain meningkatkan devisa nasional untuk modal pembangunan berikutnya, membuka hubungan antar masyarakat yang luas dengan prasyarat tertentu lebih terbuka.

Konsumsi massa tinggi, sebagai akibat keberhasilan akumulasi modal yang besar, masyarakat sudah memiliki daya tawar dan kemampuan ekonomi yang memadai. Pada situasi seperti itu, pola pikir masyarakat sudah sangat egaliter dan mengutamakan kebebasan. Implikasinya, membuka lembaga-lembaga politik mengakomodir partisipasi dan aspirasi politik masyarakat. Maka demokrasi merupakan hal yang mutlak dalam tahapan masyarakat yang seperti itu.

Pertumbuhan ekonomi masyarakat suatu bangsa sangat banyak dipengaruhi oleh politik di negara tersebut. Salah satu bagian penting dalam politik adalah “pembangunan politik” itu sendiri. Disinilah Organski menuliskan pemikiran pembangunan politik dalam bukunya The Stages of Political Development (1965) dan telah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dengan judul: Tahap-tahap Perkembangan Politik (1985) dimana perkembangan politik (penulis menggunakan terminologi pembangunan) terbagi kedalam empat tahap: politik unifikasi primitif, politik industrialisasi, politik kesejahteraan, dan politik berkelimpahan (politics of abundance).

Politik unifikasi, dimana kehidupan yang dijalani semua bangsa dalam proses pembentukannya mengalami kesulitan mulai dari proses yang primitif sampai menjadi negara yang modern seperti negara-negara Abad 21. Kesulitan itu adalah mempersatukan rakyat yang belum terikat kuat. Dalam tahap ini, tugas penting yang juga harus segera dimulai adalah melakukan modernisasi dalam banyak hal. Sistem yang lama, baik sosial, pertanian maupun ekonomi yang masih bersifat feodal harus segera digantikan oleh sistem yang baru (modern). Organski tidak memberi anjuran secara detail bagaimana menyelesaikan masalah-masalah yang sedang muncul, kecuali melakukan modernisasi sesegera mungkin pada saat problem unifikasi diselesaikan.

Politik industrialisasi, dimana negara kesatuan nasional dihadapkan pada tiga pilihan sistem dan harus memilih salah satunya, yaitu politik borjuis (liberal), politik stalinis (sosialis), dan politik sinkratik (fasis). Untuk memutuskannnya, Organski mengharuskan untuk menganut salah satu tiga diantara tiga sistem politik tersebut. Namun memasuki tahap kedua, harus memutuskan apakah akan melaksakan industrialisasi menurut tradisi borjuis ataukah mengambil jalan pintas stalinis yang menjanjikan kecepatan dengan pengorbanan yang berat, menempuh jalan memutar menurut cara sinkratik atau mencari jalan baru menurut caranya sendiri.

Politik kesejahteraan, dijelaskan sebagai periode yang sangat stabil didalam pertumbuhan politik bangsa-bangsa. Kebanyakan demokrasi borjuis telah berkembang teratur menjadi demokrasi-demokrasi massa, seperti halnya negara-negara sinkritik, sedangkan negara-negara stalinis berkembang menjadi negara kesejahteraan komunis. Jadi faktor-faktor penentu bentuk politik didalam tahap ketiga nampaknya terletak di dalam pilihan yang dilakukan untuk tahap kedua. Pada tahap ini, Organski mulai mengejek sistem politik Stalinis dengan mengatakan “saya tidak menemukan petunjuk yang jelas bahwa negara-negara tersebut berkembang menjadi demokrasi-demokrasi massa”.

Politik berkelimpahan (kemakmuran), didasarkan pada empat asumsi tentang ekonomi, yaitu: Pertama, akan ada produktifitas yang sangat meningkat di dalam ekonomi masa damai. Efisiensi ekonomi akan berkembang melalui otomatisasi, dan kenaikan produktifitas haru lebih tinggi dari kenaikan sebelumnya. Walaupun ada perlawanan dari kepentingan-kepentingan yang bertentangan, otomatisasi akan meluas melalui ekonomi. Memang tidak seluruh perekonomian dapat dibuat otomatis, tetapi sebagian besar manufaktur bisa dilakukan. Kedua, akan ada peningkatan efisiensi dalam perlengkapan perang. Teknologi baru dan organisasi ekonomi baru mendapatkan sambutan dan dorongan untuk memproduksi senjata. Perang dan pertahanan yang dilakukan negara-negara besar-kuat sudah bersifat sangat otomatis dan akan lebih otomatis dengan penggunaan tenaga atom, radar, peluru kendali, satelit, dan pesawat angkasa, dan akan meluas kenegara-negara besar dan kaya lainnya. Ketiga, akan ada kelimpahan ekonomi. Asumsi pokoknya bahwa utilisasi secara penuh dengan otomatisasi pada sektor-sektor ekonomi akan menghasilkan kelimpaha material. Jadi akan sangat mungkin untuk memenuhi kebutuhan manusia. Keempat akan terdapat angkatan kerja yang lebih sedikit. Bahwa meluasnya otomatisasi akan menyingkirkan tenaga kerja manusia karena digantikan mesin.

Mengutip Jhingan (2008) teori Rostow seperti pada tahap masyarakat tradisional, ini tidak semua negara melewati tahap ini, contoh Amerika Serikat, Kanada dan Australia tidak melalui tahap dari masyarakat tradisional. Negara tersebut merupakan negara pra kondisi atau pra syarat tinggal landas yang di wariskan Inggris.

Selain itu, ada juga kesemuan dari batas-batas pra syarat tinggal landas ke tinggal landas dalam hal ini pada masa tingga landas masih banyak pengembangan pertanian untuk memupuk modal, sehingga tidak jelasnya batas-batas antara pra syarat tinggal landas dengan tinggal landas. Antar tahapan ini terlihat tumpang tindih karena tidak terlihat batas-batas dari tahapan tersebut. Tahap tinggal landas menurut Rostow diibaratkan dengan tahapan yang penting namun, tahapan tinggal landas juga merupakan tahapan yang kritis. Pada tahapan diperlukan investasi sebesar 5% sampai 10% untuk menyokong pendapatan nasional, hal ini…menandakan terbukanya keran aliran dana asing. Terbukanya keran aliran dana asing ini dapat membuat ketergantungan terhadap negara tersebut. Kemudian jadwal tinggal landas yang tidak pasti.

Menurut Rostow, adanya pihak ketiga/negara lain pada tahap pra kondisi lepas landas akan membantu negara tersebut untuk lebih berkembang. Namun dalil ini menurut penulis lemah karena negara lain bisa menjadi penghambat kemajuan sebuah pembangunan. Contoh bagaimana prinsip-prinsip yang disepakati dalam KTT Lingkungan Hidup seperti Protokol Kyoto tentang Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dilaksanakan “setengah hati” oleh negara-negara maju dan sebagian negara berkembang. Beberapa negara anggota PBB malah tidak menjadi pihak yang meratifikasinya seperti Andorra, Kanada, Sudan Selatan dan Amerika Serikat.

 

Dalam hal pertumbuhan ekonomi, sebagai indikator pembangunan, seharusnya Rostow juga mengikutsertakan aspek lainnya selain pertumbuhan ekonomi. Perlunya infrastruktur lain seperti SDM yang unggul (pendidikan), jalan, jalur kereta api, jaringan telekomunikasi serta iklim yang sehat untuk kelancaran pembangunan. Baik itu iklim sosial, iklim berpolitik dan stabilitas keamanan masyarakat. Aspek humanistis juga harus diperhatikan disini supaya masyarakat tidak hanya digunakan sebagai alat penyokong pembangunan.

 

Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia

Pembangunan pada awalnya sering dibatasi hanya pada pertumbuhan ekonomi. Pembangunan dikatakan berhasil bila pertumbuhan ekonomi suatu masyarakat cukup tinggi. Dalam konteks ini, maka yang diukur adalah produktivitas masyarakat atau produktivitas negara apakah meningkat atau tidak meningkat. Produktivitas ini diukur oleh Produk Nasional Bruto (PNB) dan Produk Domestik Bruto (PDB).

Pembangunan ekonomi dan politik merupakan rangkaian pembangunan yang harus berjalan secara simultan dan tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya. Karena suatu negara tidak bisa serta merta memfokuskan kepada satu sektor saja dalam proses pembangunannya. Artinya pembangunan ekonomi juga terkait baik langsung maupun tidak dengan pembangunan politik, hukum, sosial budaya, dan lain-lain.

Pada dasarnya konsep pembangunan yang digambarkan oleh Rostow dan Organski terkait dengan perkembangan masyarakat (negara). Baik Rostow maupun Organski memiliki persamaan bahwa pertumbuhan dari tahap pertama hingga tahap terakhir, akan berjalan secara linier. Artinya, proses tahapan perkembangan akan berjalan secara tahap demi tahap dan berurutan serta tidak meloncat-loncat. Sebuah negara yang sedang menjalankan tahap pemabngunannya, sudah barang tentu tidak akan melalui tahap ketiga sebelum ia berada ditahap yang kedua, begitu seterusnya.

Karena dalam membuat klasifikasi tahapan perkembangan menggunakan pendekatan yang berbeda (Rostow menggunakan pendekatan ekonomi dan Organski menggunakan pendekatan politik) maka kerangka bangunan tahapannya juga memiliki perbedaan. Walaupun sebetulnya jika dikaji secara lebih mendalam agak mirip. Perbedaan kedua terletak pada pembagian tahapan perkembangannya. Jika Rostow membagi tahapan perkembangan ekonominya menjadi lima tahap, maka Organski hanya membagi tahapan perkembangan politiknnya menjadi empat tahap. Selanjutnya Organski merangkum tahapan yang disebut oleh Rostow sebagai tahapan pra-tinggal landas dan tinggal landas sebagai tahapan industrialisasi. Massa kedewasaan yang dimaksudkan Rostow di klasifikasikan sebagai tahap kesejahteraan oleh Organsky. Sementara masa konsumsi tingkat tinggi dimasukkan oleh Organski sebagai tahap otomatisasi.

Perbedaan yang sangat mencolok, jika Rostow dengan pendekatan ekonomi mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi bisa berjalan dengan baik dengan syarat adanya ketersediaan modal. Bagi Rostow modal menjadi faktor signifikan untuk menggerakkan sektor ekonomi bagi semua negara. Sementara Organski lebih memfokuskan pada kestabilan politik sebagai syarat agar tahapan pembangunan bisa berjalan linier. Perbedaan ini dikarenakan disiplin ilmu yang digunakan berbeda.

Organzki menyebutkan tahap selanjutnya setelah tahap unifikasi primitif yaitu negara masuk pada tahap politik industrialisasi, dimana negara mulai membangun dan berupaya memperkuat perekonomian dengan industrialisasi, pola pembangunan lewat industrialisasi merupakan pilihan yang ideal yang harus ditempuh, terutama oleh negara-negara maju seperti negara-negara di Eropa Barat. Perkembangan ini ditandai oleh proses industrialisasi di Inggris. Pilihan melakukan industrialisasi merupakan yang terbaik karena keunggulan komparatif negara-negara barat terletak pada produk-produk industri dan teknologi. Politik industrialisasi secara implisit masih terjadi di Indonesia, dimana proses industrialisasi dan pembangunan infrastruktur pendukung industri terus dilakukan.

Tahap selanjutnya adalah politik kesejahteraan merupakan politik bangsa-bangsa industri sepenuhnya. Tahap ini menurut Organski adalah tahap dimana telah terjadi saling tergantungan antara rakyat dengan pemerintah yang selanjutnya menjadi lengkap. Kekuasaan negara tergantung pada kemampuan rakyat biasa untuk bekerja dan berjuang, dan rakyat bersama-sama dengan penguasa-penguasa industri, tergantung kepada pemerntah nasional untuk melindungi mereka terhadap kemiskinan akibat depresi dan kehancuran dari perang.

Tahap terakhir Organski adalah politik berkelimpahan dimana tak satu pun negara di dunia masuk dalam tahap ini, tetapi Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa yang paling maju telah memasuki gerbang tahap ini. Tahap ini ditandai oleh majunya teknologi, komputer dan kehidupan serba otomatis, sehingga mesin-mesin industri berjalan dengan otomatis yang berdampak pada pengangguran karena para buruh tersisih oleh kemampuan mesin.

Masyarakat pada tahap ini mempunyai ciri-ciri pemusatan kekuatan ekonomi, penggunaan mesin yang sangat mahal dan efisiensi produksi pabrik, ciri ini sudah terjadi pada beberapa negara maju, dimana telah tumbuh perusahaan-perusahaan besar yang memonopoli perekonomian yang merupakan kekuatan ekonomi global atau dikenal dengan Perusahaan Multi Nasional yang beroperasi di banyak negara di dunia. Namun ada hal yang menarik bahwa ”unifikasi modern” juga menjadi tren dunia global saat ini, Uni Eropa (European Union atau EU) adalah contoh jelas unifikasi modern sebuah organisasi antar pemerintahan, yang terdiri dari negara-negara Eropa.

Indonesia, pada massa orde baru adalah contoh dimana pembangunan ekonomi lewat industrialisasi dalam pembangunan jangka pendek dan jangka panjang dengan tahap-tahap Pelita (Pembangunan Lima Tahun) menjadi prioritas pemerintah. Dan bahkan sekarang ini di bawah pemerintahan Joko Widodo melalui Nawacita mengikuti pola Repelita Soeharto dengan sedikti pendekatan yang berbeda. Puncaknya adalah disahkannya UU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

Salah satu cara yang dilakukan oleh rezim Soeharto untuk mempertahankan kekuasaannya adalah dengan cara melakukan pembonzaian terhadap demokrasi. Akibatnya aspirasi rakyat menjadi terhambat dan partisipasi politik rakyat terbelenggu. Soeharto juga menumpukan kekuatan pada militer dengan mendasarkan pada dwifungsi ABRI/TNI. Sementara Joko Widodo semakin kesini menujukan kemiripan dengan cara-cara Soeharto dalam menghadapi kritik publik dan lawan politiknya. Demokrasi kembali di bonsai dengan memanfaatkan fasilitas negara seperti Kepolisian RI untuk melakukan represi pada masyarakat.

Usaha pembonsaian dan pengamputasian demokrasi yang dilakukan justru mendapatkan perlawanan dari rakyat. Kondisi statusquo dan pengekangan politik, akhirnya membuat rakyatpun mulai bangun dan bergerak untuk melakukan perlawanan dan pengoreksian. Jadi baik rancangan pembangunan yang dilakukan dari Repelita I sampai Repelita V dan Nawacita Joko Widodo dimaksudkan untuk menyiapkan era pra-lepas landas. sklehingga diharapkan Indonesia bisa lepas landas.

Aspirasi masyarakat menjadi referensi utama dalam menentukan arah kebijakan dan pembangunan sistem pelayanan publik. Pemerintah yang baik adalah yang mendengarkan dan mempertimbangkan aspirasi dari semua warganya termasuk masyarakat sehingga pelayanan publik mampu untuk membaca, menjawab keinginan, serta harapan masyarakat. Sehingga, pelayanan publik mendapatkan kepercayaan masyarakat yang merupakan modal utama untuk kelangsungan pembangunan bangsa.

Kebijakan yang baik bukanlah tentang seberapa banyak yang telah dilakukan pemerintah tetapi seberapa banyak manfaat yang dirasakan oleh masyarakat, terutama masyarakat bawah.

Melihat kondisi ini, bangunan teori yang dikemukakan oleh Rostow sebetulnya tidak berlaku secara relevan dalam kasus Indonesia. Seperti telah diutarakan sebelumnya, Rostow memandang bahwa evolusi perkembangan ekonomi akan melaju secara linier satu tahap ke tahap berikutnya apabila ada ketersediaan modal yang mencukupi. Padahal pada saat krisis melanda Indonesia pada 1997-1998, 2008-2009, dan resesi  ekonomi akibat Pandemi Covid 19 devisa negara terus merosot dan utang luar negeri per 2020 semakin besar (urutan ke 6 di dunia). Kemiskinan bertambah begitu juga pengangguran.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam kurun waktu 20 tahun terakhir rata-rata 5 % terkecuali tahun 2007 yang mencapai 6,35%. Dengan hanya 5 digit tentu tidak dapat menciptakan lapangan kerja yang besar (penyerapan). Pertumbuhan ekonomi yang lambat diakibatkan oleh beberapa hal seperti kebijakan ekonomi yang konservatif, korupsi, dan iklim investasi yang tidak baik` karena pelayanan yang buruk; belum banyak mengacu pada good governance, birokrasi yang panjang dan berbelit, dan regulasi yang tumpang tindih.

Akar dari kemiskinan dan pengangguran tersebut adalah kebijakan ekonomi yang sangat liberal dan super konservatif membuat rakyat selalu terpinggirkan. Pemerintah selalu memprioritaskan pengusaha-kaum pemodal untuk berproduksi; mereka diberikan kemudahan-kemudahan mulai dari perizinan usaha, dan previlage-previlage lainnya. Sementara masyarakat kecil (mene…ngah kebawah) sangat sulit mendapatkan aset terutama tanah (sumber utama produksi) terlebih lagi akses pada sumber-sumber modal, teknologi, dan sebagainya.

Begitupula halnya jika posisi Indonesia dilihat dari perspektif tahapan perkembangan politik Organsky. Ia mengatakan bahwa perkembangan politik akan bergerak linier dari tahap satu ke tahap berikutnya dengan linier dengan syarat adanya kestabilan politik. Namun akibat krisis ekonomi pada 1997 yang berefek domino pada kehidupan politik sehingga memanaskan situasi politik nasional, menyebabkan perkembangan Indonesia tak beranjak dari tahapan pertama, unifikasi primitif. Seperti kita tahu, hingga saat ini, Indonesia belum stabil betul dengan kesatuan negara dalam bingakai NKRI. Masih ada pemberontakan-pemberontakan daerah yang ingin melepaskan diri dari Indonesia, seperti Gerakan Papua Merdeka. Itu artinya, hingga saat ini, Indonesia masih berkutat dalam proses tahap pertama, unifikasi primitif. Padahal, banyak kalangan yang menyebutkan bahwa Indonesia telah masuk dalam periode Industrialisasi.

 

Akan tetapi, argumentasi di atas juga mengandung kelemahan. Karena indikator lain menunjukkan bahwa kita juga telah masuk pada fase industrialisasi seperti dikatakan Organski. Pada fase ini, pemerintahan berfungsi untuk mendorong tumbuhnya industri dan modernisasi ekonomi yang dilakukan salah satu dari tiga tipe ideologis di dalam negara: borjuis, stalinis, dan fasis. Di sini mulai terjadi peralihan kekuasan dari elite tradisional ke manajer industri, pemupukan modal untuk industri, dan migrasi penduduk dari desa (pinggiran) ke perkotaan. Indikator itu telah sangat nyata di Indonesia.

Dengan demikian, posisi Indonesia dalam kerangka tahapan perkembangan Rostow dan Organski belum bisa dikategorikan berada pada tahapan yang pasti. Dalam konteks tahapan perkembangan Organski, kita bisa dikatakan pada tahapan unifikasi primitif karena masih bergejolaknya pemberontakan daerah untuk melepaskan diri dari NKRI. Atau juga kita bisa dikategorikan masuk pada fase industrialiasi dengan indikator yang telah disebutkan di atas.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KECERDASAN DAN MINDSET PEMIMPIN MEMPENGARUHI KEMAJUAN NEGARA DAN KESEJAHTERAAN RAKYAT

REPUBLICA DEMOCRATICA de TIMOR LESTE

KETELADANAN HOEGENG DAN ASA RAKYAT KECIL AKAN KEADILAN HUKUM