INDONESIA YANG DI CITA-CITAKAN
Penulis : Patriawati Narendra, S.KM, M.K.M
Merujuk Cita-cita proklamasi kemerdekaan, maka sejatinya bangsa ini memiliki tujuan mulia.
Tujuan pertama, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
kedua memajukan kesejahteraan umum; ketiga mencerdaskan kehidupan bangsa;
dan keempat ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaaian abadi, dan keadilan sosial. Dengan rumusan singkat, negara Indonesia bercita-
cita mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945.
Pertanyaan mendasar dan yang perlu di jawab adalah sampai sejauh mana cita-cita, mimpi
bersama yang sudah terikat dalam Pancasila dan UUD 1945 sudah terwujud? Mari kita urai
satu persatu. Pertama, perlindungan terhadap warga dan tanah air. Sampai kini masih
ada catatan negatif terkait perlindungan warga negara Indonesia (TKI). Ada banyak TKI
berakhir dalam jeruji penjara bahkan terbunuh dengan sadis akibat perlakuan majikan dan
Pemerintah Indonesia tidak maksimal memberikan perlindungan atau bantuan hukum.
Begitupun dalam penegakan kedaulatan negara, kita telah kehilangan beberapa pulau terluar
serta beberapa produk budaya yang sejatinya milik bangsa Indonesia, dan lain-lain. Kedua,
memajukan kesejahteraan umum. Jika merujuk pada UUD 1945 sangat jelas bahwa
bangunan sistem ekonomi Indonesia bukan kapitalis ataupun sosialis. Penjelasannya
ada dalam batang tubuh UUD 1945 Pasal 33 yang menyatakan bahwa cabang-cabang
produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan digunakan
sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat; artinya negara memiliki tanggung jawab penuh
terhadap upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Dalam praktiknya, sistem ekonomi
Indonesia justru liberal bahkan melebihi negara-negara liberal seperti Amerika
Serikat. Dampaknya kekayaan sumberdaya alam Indonesia di kuasai asing dan dinikmati
segelintir pemodal/pengusaha dalam negeri yang bermental inlander.
Ketiga mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan Indonesia tanpa arah yang jelas,
ruhnya tidak ada. Saat ini saja, terutama manajemennya sangat amburadul. Alokasi
APBN sebesar 20% tidak akan bernilai tanpa visi pendidikan yang jelas. Akhir-akhir ini
terlihat biaya pendidikan masih mahal, korupsi dana pendidikan (baik dari sisi penyelanggara
pendidikan/dari dalam kampus ataupun penyelenggara negara bagian pendidikan) terus
terjadi, pemerataan guru terutama di daerah 3T belum berjalan, dan beragam masalah
lainnya.
Keempat, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaaian abadi, dan keadilan sosial. Keikutsertaan Indonesia dalam mewujudkan upaya
perdamaian dunia, tidak bisa diragukan lagi. Banyak hal telah dilakukan sebagai konsekuensi
dalam menjaga perdamaian dunia, seperti pengiriman pasukan perdamaian yang mengilhami
visi politik luar negeri Indonesia yang berasaskan politik luar negeri bebas aktif tanpa
keberpihakan pada kelompok tertentu. Berbanding terbalik dengan upaya perdamaian, upaya
mewujudkan keadilan sosial menjadi mahal dan sangat berliku. Keadilan tak pernah
dirasakan oleh rakyat menengah kebawah, mulai dari hukum yang tebang pilih, akses
pendidikan, kesehatan, pekerjaan yang sulit, dan lain sebagainya. Singkat kata, keadilan
sosial masih sebatas retorika kosong. Indonesia yang kita cita-citakan jauh panggang dari
api. Kehidupan sosial makin kacau balau, eksploitasi SDA yang berlebihan dan itupun
dinikmati beberapa orang saja, politik dikuasai dan dikendalikan oligark, kesenjangan
ekonomi makin melebar, mata hukum yang tidak adil, kebebasan berekspresi dan beragama
yang belum sepenuhnya terlindungi, pendidikan yang tanpa arah dan mahal, lapangan kerja
yang sulit, pengangguran yang besar, dan segudang persoalan kebangsaan lainnya. Disektor
sains dan teknologi, kompetisi global semakin ketat. Negara-bangsa yang tidak responsif dan
adaptif akan terlibas. Saat ini hampir semua urusan manusia berbasis digital. Sehingga mau
tak mau pembangunan SDM menjadi kunci utama. Ini semua menjadi tantangan Indonesia
kedepan.
Oleh karena penjajahan itu masih ada sampai sekarang, maka sebagai warga negara-
bangsa, sangat mendambakan Indonesia yang dicita-citakan yaitu Indonesia yang
adil dan makmur, spiritual, dan material berdasarkan Pancasila; Indonesia yang kita cita-
citakan adalah Indonesia yang kuat bersatu, Indonesia yang cerdas dan modern, Indonesia
yang demokratis dan adil, Indonesia yang menjunjung tinggi martabat manusia, Indonesia
yang bebas dari ketakutan dan penindasan, Indonesia yang berperanan dalam pergaulan
bangsa-bangsa di dunia; Bahwa Indonesia yang kita cita-citakan hanya dapat dicapai dari
pembangunan dengan cara kerja keras, jujur dan dilandasi spirit pengorbanan; Indonesia
yang kita cita-citakan hanya dapat dibangun atas pikiran sehat dan tekad bersama, yang erat
dan terarah dari generasi kegenarasi bangsa Indonesia dengan tidak mengenal perbedaan
agama, etnis, suku, golongan, atau apapun yang menjadi pembeda, karena tekad pikiran
demikian yang melahirkan Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi 1945, dan Reformasi
1998; Dalam rangka membangun masa depan Indonesia yang kita cita-citakan, maka
pembentukan dan pembinaan sedini mungkin mutlak dilakukan untuk menjaga
keberlangsungan generasi antar zaman.
Generasi yang visioner, bebas, terbuka, kritis, jujur; Generasi ini mutlak untuk turut serta
menentukan bentutk, isi, dan watak dari Indonesia yang kita cita-citakan; Memotong proses
alih generasi yang penuh dengan tradisi keburukan dan kerusakan masa lalu. Kita perlu
senjata baru, pengucapan kontekstual (baik objek maupun substansi) dan berkekuatan
merubah dan berkeadilan. Didalam kekuatan napas baru itu, bumi pertiwi akan memancarkan
warga yang sejahtera, keanekaragaman hayati memantulkan kekayaan yang merata,
keyakinan keagamaan memijarkan spirit; dan pada akhirnya dibutuhkan kepemimpinan
nasional yang kuat, berkomitmen penuh pada tujuan kemerdekaan, memiliki kecakapan dan
integritas yang kokoh, nasionalis dan religius, dan seminimal mungkin tidak noda hitam masa
lalu. Dalam konteks itulah dibutuhkan sosok pemimpin yang berideologi, bahwa politik
kekuasaan adalah politik ideologi bukan seduksi politik dimana pertarungan gagasan, ide dan
moralitas adalah jantung kehidupan dalam mengelola negara.
Komentar
Posting Komentar