PENGARUH POLITIK TERHADAP HUKUM (HUKUM SEBAGAI PRODUK POLITIK)



Penulis : Patriawati Narendra, S.KM, M. K.M

Indonesia merupakan negara hukum, salah satu negara yang paling banyak

menganut sistem hukum dan semua itu dapat dilihat dari begitu beraneka ragamnya sistem

hukum yang mewarnai hukum di Indonesia seperti hukum agama, hukum adat dan lain-lain.

Negara yang berdasarkan atas hukum menganut dalil bahwa semua perbuatan atau

tindakan seseorang baik individu maupun krlompok, rakyat maupun pemerintah harus

didasarkan kepada ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang sudah ada

sebelum perbuatan atau tindakan itu dilakukan. 


Suatu negara hukum harus didasarkan pada hukum yang baik dan adil tanpa

membeda-bedakan. Inilah yang disebut hukum demokratis-hukum yang didasarkan atas

kehendak rakyat yang sesuai dengan ketentuan. Sedangkan yang disebut hukum yang adil

adalah hukum yang memenuhi maksud dan tujuan hukum yaitu keadilan.

Pertanyaan kemudian adalah hukum sebagai produk apa? Apakah hukum itu sendiri

atau proses politik melalui konsensus bersama? Hukum dinegara-dinegara demokrasi adalah

produk politik, yang mana politik sendiri adalah proses pembentukan dan pembagian

kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan

khususnya dalam negara.


Dalam realitas kehidupan berbangsa dan bernegara, hukum bekerja dalam situasi

politik tertentu. Dalam hal ini yang dimaksud adalah hukum sebagai perwujudan dari nilai-

nilai yang berkembang; nilai-nilai yang dimaksud adalah keadilan. Artinya hukum dibuat

dengan dasar pertimbangan untuk mewujudkan keadilan. 

Keadilan dapat terwujud manakal aktifitas politik yang menghasilkan produk-produk

hukum memang berpihak pada nilai-nilai keadilan – menempatkan hukum sebagai panduan

bernegara. Terlepas bahwa dalam proses kerjanya lembaga-lembaga hukum harus bekerja

secara independen untuk dapat memberikan kepastian dan perlindungan hukum. Dasar dari

pembentukan itu sendiri yang dilakukan oleh lembaga-lembaga politik juga harus

mengandung prinsip-prinsip membangun supremasi hukum yang berkeadilan.


Sistem Politik Indonesia

Untuk memahami tentang mekanisme pembentukan hukum di Indonesia, perlu

dipahami sistem politik yang ada. Sistem politik mencerminkan bagaimana kekuasaan

negara dijalankan oleh lembaga-lembaga negara dan bagaimana mekanisme pengisian

jabatan dalam lembaga-lembaga negara. Inilah dua hal penting dalam mengenai sistem

politik yang terkait dengan pembentukan hukum.


Menyetir Prof. Mahfud, MD dalam bukunya “Politik Hukum” mengenai pengaruh

politik terhadap hukum, ada beberapa asumsi dasar bahwa hukum sebagai produk politik :

(1) hukum sudah tidak dapat dilihat sebagai penjamin kepastian hukum, hukum tumpul,

hukum tidak mampu untuk melimitasi kesewenang-wenangan, penegak hak-hak masyarakat

atau penjamin keadilan; (2) produk hukum banyak diwarnai oleh kepentingan politik

pemegang kekuasaan dominan; (3) hukum menjadi tidak steril dari subsistem

kemasyarakatan; (4) politik kerapkali melakukan intervensi atas pembuatan dan

pelaksanaan hukum; (5) hukum sebagai dependent variabel (variabel terpengaruh),

sedangkan politik sebagai independent variabel (variabel berpengaruh) bahwa peletakan

atau aplikasi hukum tergantung atas politik yang mempengaruhi; (6) hukum sebagai

peraturan abstrak yang mana terjadi kristalisasi dari kehendak-kehendak politik, kehendak

politik yang saling bersaingan dan saling berinteraksi; (7) hukum tidak dipandang sebagai

pasal-pasal yang bersifat imperatif bersifat keharusan (das sollen) melainkan harus

dipandang sebagi susbsistem yang dalam kenyataan (das sein) yang mana dalam

kenyataannya bukan tidak mungkin akan ditentukan oleh politik, baik dalam perumusan

materi dan pasal-pasalnya maupun dalam implementasi dan penegakannya; dan (8) produk

hukum dibedakan menjadi produk hukum berkarakter responsif dan produk hukum

berkarakter konservatif atau ortodoks, bahwa konfigurasi politik yang demokratis akan

melahirkan produk hukum yang responsif, sedangkan konfigurasi politik yang otoriter akan

melahirkan produk hukum yang konservatif.


Prinsip dalam sistem politik Indonesia yang terkait dengan pembentukan hukum

adalah sistem yang berdasarkan prinsip negara hukum, prinsip konstitusional serta prinsip

demokrasi. Ketiga prinsip ini saling terkait dan saling mendukung, kehilangan salah satu

prinsip saja akan mengakibatkan pincangnya sistem politik ideal yang dianut. Prinsip negara

hukum terkait dengan pemisahan kekuasaan  - check and balances - prinsip due process of

law, jaminan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan jaminan serta perlindungan terhadap

hak-hak asasi manusia. Prinsip konstitusional mengharuskan setiap lembaga-lembaga

negara pelaksana kekuasaan negara bergerak hanya dalam koridor yang diatur konstitusi

dan berdasarkan amanat yang diberikan konstitusi.Sedangkan prinsip demokrasi

berhubungan dengan partisipasi publik berjalan baik dalam proses pengisian jabatan

birokrasi, jabatan dalam struktur politik, maupun dalam proses penentuan kebijakan-

kebijakan yang diambil oleh berbagai struktur politik.


Dengan sistem politik yang demikian berbagai produk politik hukum yang baik

dilahirkan. Jika sebaliknya maka hasil dari produk politik hukumnya akan bertentangan

dengan ketiga prinsip diatas.Dalam kerangka paradigmatik yang demikianlah produk politik

sebagai sumber hukum sekaligus sebagai sumber kekuatan mengikat hukum diharapkan

sebagaimana yang dianut aliran positivis; mengakomodir segala kepentingan dari berbagai

lapirsan masyarakat, nilai-nilai moral dan etik yang diterima umum oleh masyarakat.

Dalam hukum positif, nilai-nilai moral dan etik dianggap telah termuat dalam

perundang-undangan itu karena telah melalui proses partisipasi rakyat dan pemahaman

atas suara rakyat. Dalam hal produk itu dianggap melanggar norma-norma dan nilai-nilai

yang dihormati oleh masyarakat dan merugikan hak-hak rakyat yang dijamin konstitusi,

maka rakyat dapat menggugat negara (institusi) tersebut ke Mahkamah Konstitusi untuk

membatalkan peraturan yang telah dikeluarkan negara. Dengan demikian nilai moral dan

etik, kepentingan-kepentingan rakyat yang ada dalam kenyataan-kenyataan sosial tetap

menjadi hukum yang dicita-citakan yang akan selalui mengontrol dan melahirkan hukum

positif yang baru melalui proses perubahan, koreksi dan pembentukan perundangan-

undangan yang baru.


Realitas Politik Hukum di Indonesia

Politik merupakan ranah kekuasaan, kekuasaan itu bersumber dari wewenang

formal yang diberikan oleh hukum. Hukum adalah norma sosial yang mempunyai sifat

mendasar yaitu sifatnya yang memaksa yang membedakanya dengan norma sosial yang

lain. Karena sifatnya yang harus dipaksakan, maka hukum memerlukan kekuasaan (politik)

untuk dapat berlaku dengan efektif.


Dalam kaitan penegakkan hukum, penulis mengutip Prof. Mahfud MD yang

mengemukakan bahwa hampir sama antara pengaruh politik terhadap pembentukkan

hukum dengan pengaruh politik teradap penegakkan hukum. Berdasarkan landasan teoritis

di atas penulis hendak menganalisis proses penegakan hukum di Indonesia dalam

hubunganya dengan politik pada era reformasi. Sedikit merujuk ke belakang bahwa pada

rezim orde baru menunjukan sistem politik yang tidak demokratis, ini berimplikasi pada

proses penegakan hukum yang buruk. Terlihat dari mafia peradilan, hukum yang tumpul

keatas tajam kebawah; hukum akan tegak kalau mengahadapi masyarakat kecil dan akan

lentur ketika mengahadapi pemegang kekuasaan dan lain-lain merupakan cerminan dari

proses penegakan hukum selama masa itu.


Reformasi sudah berjalan puluhan tahun, dari sisi perilaku penegakkan hukum

masih menunjukkan sikap yang sama dengan mental penegak hukum pada zaman orde

baru. Praktek mafia peradilan yang melibatkan oknum aparat penegak hukum tak pernah

habis mulai Kepolisian, Kejaksaan, sampai Mahkamah Agung dan advokat terjangkit virus

Mafia Peradilan. Di samping itu praktek diskriminasi dalam penegakan hukum masih

mewarnai penegakkan hukum di Indonesia. Bukan rahasia lagi para pejabat yang memangku

jabatan tertentu sulit terjangkau oleh hukum. Praktek korupsi yang melibatkan pejabat

Negara yang menjadi perhatian masyarakat seolah tidak pernah disentuh hukum. Mereka

bebas menikmati uang hasil korupsinya di tengah kesengsaraan masyarakat yang hidup

serba kesusahan.


Hukum yang semestinya berlaku sebagai pelindung, penegak hak-hak

masyarakat, penjamin kepastian hukum bagi masyarakat, yang terjadi justru hukum menjadi

lemah, tumpul dan menjadi sewenang-wenang, tidak dapat lagi dipakai untuk menjadi

instrumen penegak keadilan, serta hukum sudah tidak menjadi pedoman untuk memberikan

solusi dan jawaban, hal tersebut dikarenakan produk hukum banyak diwarnai oleh

kepentingan-kepentingan politik pemegang kekuasaan dominan. Kepentingan politik

terkadang membelokkan arah normatif hukum itu sendiri menjadi arah yang sesuai dengan

kepentingan dan kebutuhan politik pemegang kekuasaan. Aplikasi hukum menjadi tumpang

tindih, tidak steril dari sub sistem masyarakat, dalam hal ini politik banyak mengintervensi

hukum. Politik hukum secara sederhana dapat dirumuskan sebagai kebijaksanaan hukum

(legal policy) yang telah dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah, dalah hal ini hukum

tidak lagi dipandang sebagai pasal-pasal imperatif atau keharusan (das sollen) akan tetapi

hukum harus dipandang sebagai sub sistem yang nyata (das sein).


Pengaruh Kelompok Kepentingan dalam Pembentukan Hukum

Kekuatan- kekuatan politik dapat dilihat dari dua sisi yakni sisi kekuasaan yang

dimiliki oleh kekuatan politik formal (institusi politik) dalam hal ini yang tercermin dalam

struktur kekuasaan lembaga negara, seperti Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat dan

lembaga-lembaga negara lainnya dan sisi kekuatan politik dari infrastruktur politik seperti

partai politik, tokoh-tokoh masyarakat, organisasi kemasyarakatan, Lembaga Swadaya

Masyarakat, organisasi profesi dan lain-lain. Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa

pembentukan produk hukum adalah lahir dari pengaruh kekuatan politik melalui proses

politik dalam institusi negara yang diberikan otoritas untuk itu.


Pengaruh kekuatan - kekuatan politik dalam membentuk hukum dibatasi ruang

geraknya dengan berlakunya sistem konstitusional berdasarkan cheks and balances, seperti

yang dianut Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) setelah perubahan. Dalam UUD 1945

penyelenggaraan kekuasaan negara semakin mempertegas keleluasaan dan kewenangan

masing-masing lembaga-lembaga negara. Sistem yang demikian, disebut sistem checks and

balances yaitu pembatasan kekuasaan setiap lembaga negara oleh Undang-Undang Dasar,

tidak ada yang tertinggi dan yang terendah semua sma diatur berdasarkan fungsi masing -

masing. 


Selain kekuatan-kekuatan politik formal, terdapat kekuatan-kekuatan politik lain

yang memberikan kontribusi dan mempengaruhi produk hukum yang dilahirkan oleh

institusi-institusi politik. Kekuatan tersebut dijamin dan diakui keberadaan dan

perannya. Pengaruh masyarakat sipil dalam mempengaruhi pembentukan hukum, mendapat

tempat dan apresiasi yang begitu luas. Apalagi sejak tuntutan masyarakat dalam

mendesakkan reformasi disegala bidang berhasil dimenangkan sejak jatuhnya orde baru.

Kenyataan yang perlu disadari, bahwa intensnya pengaruh tuntutan masyarakat

terhadap pembentukan hukum dan lahirnya keputusan-keputusan hukum dapat terjadi jika

tuntutan rasa keadilan dan ketertiban masyarakat tidak terpenuhi atau terganggu karena

rasa ketidakadilan dan terganggunya ketertiban umum akan memicu efek opini yang

bergulir seperti bola salju yang semakin besar dan membahayakan jika tidak mendapat

salurannya melalui suatu kebijakan produk hukum atau keputusan yang memadai untuk

memenuhi tuntutan masyarakat tersebut.

Karena itu perlu menjadi urgent bagi para pembentuk hukum agar memperhatikan

suara dari kelompok masyarakat. Disnilah peranan para wakil rakyat yang terpilih melalui

mekanisme demokrasi yang ada dalam struktur maupun infrastruktur politik untuk menjaga

kepentingan rakyat, dan memahami betul norma-norma, kaidah-kaidah, kepentingan dan

kebutuhan rakyat agar nilai-nilai itu menjadi hukum positif.


Dengan sistem yang demikian, memberikan kesempatan kepada setiap warga negara

yang merasa dirugikan hak konstitusionalnya oleh produk politik dari instutusi politik

pembentuk hukum untuk mengajukan gugatan terhadap institusi negara tersebut. Dalam

hal pelanggaran tersebut dilakukan melalui pembentukan undang-undang maka dapat

diajukan keberatan kepada Mahkamah Konstitusi dan dalam hal segala produk hukum dari

institusi politik lainnya dibawah undang-undang diajukan kepada Mahkamah Agung.


Langkah ke Depan

Konfigurasi politik dan karakter hukum tidak bisa diidentifikasi secara mutlak, sebab

dalam kenyataannya tidak ada satu negarapun yang sepenuhnya demokratis atau

sepenuhnya otoriter. Terjadi tolak tarik antara konfigurasi politik demokratis dengan

konfigurasi politik yang otoriter, perubahan karakter produk hukum juga terjadi tolak tarik

mengikuti perubahan konfigurasi politik yang melatarbelakanginya.


Pada konfigurasi politik yang demokratis, lembaga perwakilan rakyat sangat berperan

dalam menentukan arah, kebijaksanaan, dan program politik nasional sehingga parlemen

dapat dipandang sebagai representasi rakyat yang diwakilinya, pers memiliki kebebasan

tinggi dan pemerintah melaksanakan dan menghormati keputusan lembaga perwakilan

rakyat. Pada konfigurasi politik yang otoriter terjadi keadaan sebaliknya.


Penulis dan tentu jutaan rakyat Indonesia menginginkan produk hukum yang

berkarakter responsif akan bersifat partisipatif artinya dapat menyerap partisipasi kelompok

sosial maupun individual. Bahwa fenomena di Indonesia akhir-akhir ini sudah terjadi tarik

menarik antara konfigurasi demokratis dan konfigurasi otoriter, maka masyarakat sipil perlu

mengupayakan menata kehidupan politik agar menjadi demokratis.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KECERDASAN DAN MINDSET PEMIMPIN MEMPENGARUHI KEMAJUAN NEGARA DAN KESEJAHTERAAN RAKYAT

MARI BELAJAR DARI GENERAL ELECTRIC

REPUBLICA DEMOCRATICA de TIMOR LESTE